Deli Serdang, Faktainews.com | Aksi yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Sumatera Utara yang berani mengeksekusi atau berani membongkar pemagaran yang berdiri di atas kawasan hutan lindung tepatnya berada di ujung pesisir Desa Rugemuk, Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang, akhirnya berbuntut panjang dan mendapatkan perlawanan dari pihak PT Tun Swindu.
Pasalnya pihak PT Tun Sewindu, perusahaan yang mengklaim lahan tersebut, justru merasa tidak senang atas apa yang dilakukan oleh Kepala Dinas LHK Sumut Yuliani Siregar. Sehingga PT Tun Swindu akhirnya balik melaporkan Kepala Dinas LHK Sumut, Yuliani Siregar, ke Polda Sumut.
Alasannya?, Mereka (PT Tun Swindu) merasa berhak atas tanah tersebut dengan bersenjatakan Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Surat Keputusan (SK) Camat yang mereka sodorkan.
Tapi tunggu sebentar, bagaimana mungkin hutan lindung yang sejatinya merupakan tanah milik negara, bisa berubah menjadi tanah atau lahan milik pribadi?
Sebenarnya pembongkaran pagar tersebut bukanlah puncak dari kemenangan masyarakat kecil, melainkan bukti nyata bahwa negara telah gagal menjalankan tugasnya sejak awal.
Sementara warga Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu tahu betul bagaimana mereka selama ini dikurung oleh batas yang tak seharusnya ada. Sehingga nelayan yang dulunya bisa bebas mencari ikan, kini harus berhadapan dengan pagar seng yang membatasi akses warga ke laut. Warga Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu mengeluh dan warga pun sudah mengadu, akan tetapi suara para masyarakat kecil yaitu masyarakat Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu hanyalah terdengar seperti hembusan angin yang berhembus di telinga pejabat yang tidak peduli atas kesusahan dan keresahan masyarakat kecil.
Namun ketika negara akhirnya bergerak, pagar seng memang tumbang. Tapi apakah cukup hanya merobohkan pagar? Bagaimana dengan pihak-pihak yang selama ini membiarkan atau bahkan memfasilitasi penyerobotan hutan lindung itu?
Campur Tangan Pemerintah Desa : Pemain Bayangan di Balik Sengketa?
Di tengah konflik ini, pemerintah Desa merupakan salah satu pihak yang mencurigakan, sehingga pemerintah desa tetap diam dan duduk tenang di balik layar.
Hingga akhirnya bagaimana mungkin pihak PT Tun Sewindu diduga bisa menguasai lahan hutan lindung, jika tidak adanya dukungan dari oknum di tingkat lokal yaitu pemerintah desa..!!!. Bagaimana mereka bisa memiliki SKT dan SK Camat untuk tanah yang secara hukum tidak bisa diperjualbelikan?
Jangan salah, ini bukanlah sekedar kesalahan satu perusahaan, karena ini adalah rantai panjang penyimpangan, di mana pemerintah desa, aparat kecamatan, dan mungkin diduga lebih banyak lagi pihak yang terlibat dalam mengubah hutan negara menjadi properti pribadi, perusahaan atau pun perorangan.
Jika aparat hukum serius, mereka seharusnya tidak hanya memeriksa PT Tun Sewindu, tapi juga oknum pemerintah desa dan kecamatan yang menerbitkan dokumen ilegalnya untuk mengubah status lahan hutan lindung menjadi milik perusahaan, atau milik properti pribadi.
Hukum sebenarnya untuk Siapa?
Kini, semua mata tertuju pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Namun, hingga saat ini, mereka (Kejaksaan Tinggi) memilih untuk diam saja.
Dikutip dari media online TambunPos.com. Senin,(03/03/25), kalau media online TambunPos.com coba mengkonfirmasi ke pihak Kasi Intel Kejari Deli Serdang, Boy Amali, namun Boy Amali hanya mengatakan, "bahwa kasus ini masih dipantau" ujarnya.
Bukannya pernyataan yang sama hanyalah sebuah klise atau pun jelas tanpa adanya ketegasan.
Apakah hukum akan benar-benar berjalan, atau ini hanya pertarungan politik di mana kepentingan pemodal akan tetap menang?
Jika hukum di negara ini benar-benar adil, maka seharusnya yang diperiksa bukanlah hanya Kepala Dinas LHK Sumut saja, akan tetapi mereka (para pemerintah lokal) yang telah menerbitkan surat kepemilikan di atas lahan milik negara, juga patut untuk diperiksa?.
Hutan lindung yang seharusnya menjadi warisan bagi para generasi mendatang, kini jadi rebutan bagi para pemilik kepentingan pribadi. Negara yang seharusnya melindungi rakyat, kini justru membiarkan mereka (para rakyat kecil) yaitu warga Desa Rugemuk Kecamatan Pantai Labu yang sudah bertahun-tahun terkepung pagar ilegal, hanya bisa pasrah dan terus dirugikan.
Kini pertanyaannya adalah : Apakah negara akan benar-benar berani untuk membersihkan mafia tanah hingga ke akar-akarnya atau negara hanya bisa merobohkan pagar, sementara permainan kotor tetap berjalan dan berlanjut di belakang layar?
(Team)